Saturday, March 23, 2019

Sejarah Bahasa Sangiang Dan Eksistensinya


AAA - Sangiang ialah roh-roh leluhur (manusia ilahi) selaku utusan Tuhan yang sanggup diundang kehadirannya oleh seorang basie/basir (pendeta adat) dengan memakai mantra-mantra dalam bahasa Sangiang/bahasa Sangen (bahasa Dayak kuno) pada suatu upacara agama Kaharingan yang dilakukan suku-suku Dayak di Kalimantan.

Dalam agama Hindu Kaharingan kita mengenal yang namanya sangiang, atau kalau berdasarkan Agama Hindu dikenal dengan istilah Dewa  dan berdasarkan agama lainnya dikenal dengan Malaikat.

Menurut fatwa agama Hindu Kaharingan kita mengenal beberapa Dewa atau Malaikat dari Ranying Hatalla Langit yang bertugas untuk membimbing manusia-manusia di pantai Danum Kalunen (dunia).

Antara lain dari para sangiang itu yang kita kenal ialah :

·         Janjulung Tatu Riwut
·         Gembala Raja Tanggara
·         Sangkaria Nayru Menteng
·         Raja Tuntung Tahaseng
·         Tamanang Tarai Bulan
·         Raja Sapanipas
·         Raja Mise Andau

 
Para sangiang di atas memiliki kiprah yang masing-masing diatur oleh Ranyinng Hatalla Lanigt, guna membimbing umat insan di dunia ini (Batang Danum Injam Tingang) dan termuat dalam kitab suci.

Sejarah Bahasa Sangiang

Dalam sejarahnya bahasa Sangiang terdiri dari dua periode atau dua tahap yaitu :
1.    Periode pertama
Bahasa Sangiang hanya dipakai pada pantai danum sangiang di Lewu Telu. Pada dikala itu Ranying Hatalla menugaskan malaikatnya yang diberi nama Raja Uju Hakanduang Kanaruhan Hanya basakati, yang terdiri dari :
·         Raja Mandurut Untung
·         Raka Angking Penyang
·         Raja Untung Barakat
·         Raja Panimbang Darah
·         Raja Garing Hatungku
·         Raja Tuntung Matan Andau
·         Raja Putir Selung Tamanang

2.    Periode Kedua
Bawi ayah mengajarkan nenek moyang orang Dayak selama 7 (tujuh) tahun lamanya, dan semua upacara dilaksanakan  seperti di Lewu kerikil Nindan semua bisa dilaksanakan dengan baik. Oleh alasannya itu, generasi bawi Ayah yang melakukan banyak sekali upacara ialah diwarisi oleh orang-orang wanita yang disebut Sapangan Bawin yang artinya orang-orang wanita yang mewarisi ajaran-ajaran itu atau dengan sebutan kini Basir/pisu (rohaniawan) yang bisa melakukan (memuput) banyak sekali kegiatan upacara keagamaan Hindu Kaharingan.

Setiap pelaksanaan upacara tersebut semuanya memakai bahasa Sangiang menyerupai contohnya :
- Upacara korban suci kepada leluhur (pakanan sahur)
- Upacara perkawinan
- Upacara rukun maut menyerupai halnya :
-          mapas,
-          nyalentup,
-          natumbur,
-          nantau, dll yang memakai bahasa sangiang.

Eksistensi bahasa Sangiang merupakan realitas budaya yang merupakan hasil dari ide kreatif leluhur masyarakat Hindu Kaharingan yang mencerminkan budaya atau teladan kehidupan masyarakat pendukungnya. Samudera makna memang begitu dalam, apalagi bila dikaitkan dengan budaya, ada banyak makna yang mengandung nilai – nilai faktual dan masih relevan bagi kehidupan insan di dunia kini. Maka permintaan untuk menjaga dan melestarikan seni budaya dan bahasa sebagai warisan leluhur sebuah suku bangsa sesungguhnya bukanlah sekedar bukti apresiasi terhadap leluhur belaka, namun lebih dari itu, nilai tuntunan hidup, etika, pelestarian lingkungan, keagungan Ranying Hatalla Langit, dan nilai-nilai faktual lain yang berada di balik perihal ritual keagamaan Hindu Kaharingan tersebut sepatutnya diilhami dan dilestarikan.

Baca juga : Bahasa Sangiang, Bahasa Roh Dayak Kaharingan Kalimantan


EmoticonEmoticon