Wednesday, March 20, 2019

“Aksara Dunging” Dayak Iban

Andri aria atei. di Malaysia, Pulau Borneo ada sebuah abjad yang lahir di kalangan suku dayak Iban. Aksara itu di kenal dengan nama Aksara Dunging.
Menurut legenda, suku Dayak Iban semenjak dahulu kala telah mempunyai abjad sendiri. Alkisah Renggi, nenek moyang mereka, melarikan diri dari banjir besar sambil membawa kulit kayu berisi abjad Iban. Namun karena terkena air, abjad yang tercatat pada kulit kayu itu kemudian hilang. Renggi lantas menelan kulit kayu itu konon semenjak dikala itulah lahir tradisi menuturkan beberapa dongeng silsilah dan susila secara bebuyutan menurut hafalan pada masyarakat suku Dayak Iban.

Kabar baiknya, kini orang Dayak Iban tidak lagi hanya sekedar sanggup menuturkan beberapa dongeng tradisi mereka, namun sanggup juga menuliskannya aksaranya berkat temuan Dunging Anak Gunggu (1904-1985), sosok Iban jenius asal Serawak, Malaysia Timur, yang membuat abjad Dayak Iban pada tahun 1947. Berawal dari niat untuk melestarikan bahasa Iban melalui aksara, dia lantas membuat 77 simbol yang mewakili bunyi-bunyi dalam bahasa Iban dan selanjutnya menyederhanakannya menjadi 59 simbol. Karena jasanya, abjad Dayak Iban tersebut dinamakan "Aksara Dunging".

aksara dunging, dayak iban
Dunging Anak Gunggu awalnya mengajarkan beberapa simbol itu kepada keponakannya. Beberapa orang lain dari sukunya hanya menaruh minat sedikit pada abjad ciptaannya. Pemerintah kolonial Inggris pernah memohon Dunging mengajarkan abjad itu pada orang-orang Iban melalui jalur pendidikan resmi. Tetapi, perjuangan ini berusia pendek saja karena dia tak sanggup menyepakati sebagian prasyarat dalam mengajarkan abjad ciptaannya. Pengajaran karenanya tak berlanjut dan abjad Dayak Iban sempat "tenggelam" pada masa itu.

Kemunculan kembali abjad Dayak Iban di dunia barangkali sanggup dikatakan berawal pada tahun 1981, ketika terbit kamus Iban-Inggris susunan Anthony Richards yang mengakui karya Dunging. Pada tahun 1990, Bagat Nunui, anak angkat Dunging, menghimpun banyak sekali hal mengenai abjad ini dalam sebuah buku yang tidak dipublikasikan. Pada tahun 2001, Yayasan Tun Jugah menerbitkan ensiklopedia Dayak Iban yang berisi isu mengenai abjad buatan Dunging. Lalu kini Dr. Bromeley Philip, salah seorang cucu-keponakan Dunging, menggiatkan kembali pelestarian abjad Dayak Iban dengan menulis buku serta mengajar mata kuliah mengenai abjad tersebut.

Upaya pelestarian itu disambut baik oleh pemerintah Malaysia, sebagian besar abjad ciptaan Dunging kemudian diajarkan juga pada orang-orang non-Dayak Iban lewat universitas, sekolah-sekolah, dan beberapa komunitas berkaitan aksara. Hebatnya lagi, dikala ini telah ada piranti lunak untuk menulis abjad Dayak Iban, yaitu Laser Iban.

Pengguna abjad Dayak Iban memang sebagian besar tinggal di wilayah Malaysia dan sebagian lagi di Indonesia. Jumlah keseluruhan suku Iban di Malaysia, Indonesia, serta Brunei yaitu 700.000 jiwa, 15.000 jiwa ada di Indonesia. Namun, walau di Indonesia jumlah tidak sebanyak di wilayah negara tetangga, mestinya tidak mengurangi semangat untuk mempelajari abjad Dayak Iban. Mempunyai abjad saja telah jadikan suku Dayak Iban istimewa, karena tak semuanya suku Nusantara mempunyai aksara.

Terima kasih telah berkunjung ke Blog. Salamat Kamalem!


EmoticonEmoticon