Thursday, March 14, 2019

Cerita Rakyat Kalimantan : Raja Hantuen (Sepang Simin, Gunung Mas, Kalimantan Tengah)

Cerita rakyat Hantuen ini berasal dari Kecamatan Tewah, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah. Hantuen berdasarkan masyarakat Kalimantan Tengah yaitu hantu jadi-jadian. Cerita ini menceritakan wacana janji nikah yang terjadi antara Tapih seorang gadis yang manis jelita dan Antang Taung seorang perjaka yang ganteng yang bahwasanya merupakan jelmaan dari hewan landak.

Masyarakat Kalimantan Tengah mempercayai, orang yang mempunyai darah hanteun akan mempunyai kemampuan mistik untuk mengubah diri menjadi hantu jadi - jadian yang disebut hantuen. Pada siang hari mereka menjadi insan biasa, tetapi pada malam hari mereka akan mengubah dirinya menjadi hantu tanpa tubuh yang kegemaranya menghisap darah anak yang gres lahir serta darah ibu anak itu. Kabarnya, semua itu dilakukan diluar keinginanya. Namun, berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat, orang hantuen yang orisinil sudah tidak ada. Yang ada hanyalah keturunannya yang sudah kimpoi dengan insan biasa.
Cerita rakyat ini oleh penduduk di pedoman Sungai Kahayan dianggap legenda yang benar - benar pernah terjadi. Untuk memperkuat kebenaran legenda itu, mereka sanggup pertanda jalan yang dibentuk oleh perjaka jelmaan dari hewan angkes itu. Jalan itu berjulukan Langkuas, yang terletak di antara Baras Semanyang dan Sepang Simin.

Berikut ceritanya, Dahulu kala di Baras Semayang hiduplah sebuah keluarga yang mempunyai seorang anak gadis yang berjulukan Tapih. Tapih merupakan seorang anak gadis yang manis sekali. Kulitnya berwarna putih kekuning - kuningan dan rambutnya yang panjang berwarna hitam pekat. Pekerjaan orang renta Tapih yaitu pembuat keranjang dari rotan dan andal menciptakan topi tanggul dareh (topi yang tepinya lebar). 

Di kalimantan tengah topi tersebut khusus dipergunaakan pada waktu orang mengadakan upacara bundar hidup, menyerupai pada waktu mengadakan upacara memandikan anak untuk pertama kali di sungai. 

Pada suatu ketika, ketika Tapih sedang mandi di sungai, datang - datang topinya dihempaskan topan dan jatuh ke sungai. Topi itu kemudian terbawa arus sungai yang cukup deras. Karena topi itu dianggap bukan sembarang topi, Tapih yang ditemani orang tuanya menyusuri setiap desa yang terletak di sepanjang pedoman sungai Rungan untuk mencarinya. ditanyainya setiap orang desa yang ditemui, tapi mereka tak ada yang mengetahuinya. 

Akhirnya Tapih dan orang tuanya datang didesa Sepang Simin, dan mereka menemukan kembali topi itu. Topi tersebut telah di pungut oleh seorang perjaka yang berjulukan Antang Taung. Sebagai tanda terima kasih, orang renta Tapih menghadiahi perjaka itu emas. Namun, Antang Taung menolaknya. Sebagai gantinya ia meminta Tapih untuk dijadikan istrinya. Permintaan itu disetujui oleh orang renta Tapih dengan senang hati.

Tak beberapa usang kemudian Antang Taung dan Tapih dinikahkan didesa Baras Semanyang. Menurut etika stempat, sepasang mempelayi gres harus berdiam dirumah kedua orang renta masing - masing secara bergiliran. Mereka merasa sangat berat untuk memenuhi etika ini , alasannya yaitu diantara kedua mereka ada hutan yang lebat sekali. 

Untuk memecahkan problem itu, diputuskan menciptakan jalan yang sanggup menghubungkan kedua desa mereka tanpa melalui hutan tersebut. Untuk keperlun tenaga kerja mereka memakai para budak atau kuli masing - masing.

Menurut penduduk setempat, jalan itu hingga sekarang masih ada dan berjulukan jalan langkuas. pembuatan jalan di mulai dari baras semayang. pekerjaan mereka mula-mula mengalami gangguan mahluk gaib. setiap kali para pekerja pulang,gubuk kawasan istirahat mereka telah di masuki orang dan bekal masakan mereka telah habis di curi.

Hingga suatu hari mereka menemukan akal. mereka berbuat seakan-akan meninggalkan gubuk untuk bekerja, tetapi mereka bersembunyi di balik semak yang tak jauh dari kawasan itu.dari kawasan persembunyian. 

Tiba-tiba mereka melihat seekor hewan angsek (sejenis landak)manaiki tangga gubuk.setiap masuk ke dalam,binatang itu menggoyang-goyangkan tubuhnya, dan secara asing bermetamorfosis seorang perjaka yang tampan.

Melihat hal itu para pekerja segera meringkusnya.pemuda jadi-jadian itu barhasil di tangkapnya.ia minta ampun biar di lepaskan,jika ia di lepaskan ia berjanji akan membantu para pekerja menciptakan jalan.akhirny ajakan itu diluluskan. Aneh bin ajaib, perjaka jelmaan hewan angsek sanggup menuntaskan jalan yang cukup panjang itu hanya dalam waktu tiga hari.

Mangetahui akan hal itu tapih dan antangtaung sangat mengagumi perjaka jadi-jadian itu dan mereka mengambilnya sebagai anak angkat, sekarang dengan adanya jalan itu, kedua suami itu sanggup mondar-mandir ke desa masing-masing dangan gampang sekali, tanpa harus melewati hutan yang sangat lebat itu.

Beberapa waktu kemudian tapih mengandung. ketika itu mereka berada di desa sepang semin. calon ibu muda itu mengidam ingin makan ikan kali, maka antang taung segera pergi ke sungai untuk menangkap ikan. Saat itu menerima hasil yang cukup lumayan. namun,ketika ia ingin mendarat ke desa dengan biduknya, tiba-tiba turun hujan besar. dangan tergesa-gesa ia lari pulang, dan tanpa ia sangaja telah meninggalkan seekor ikan tomang di dalam perahu.

Kessokan harinya, ketika ia kembali ke bahtera untuk mengambilnya, ternyata ikan itu telah lenyap. Sebagai gantinya di kawasan itu berbaring seorang bai wanita yang sangat mungil. Anak itu kemudian dibawa pulang oleh Antang Taung. Dan anak itu kemudian oleh mereka dipungut menjadi anak angkat. 

Anehnya, bayi wanita temuan mereka itu tumbuh dengan cepatnya dalam waktu beberapa bulan saja sudah menjadi gadis sampaumur yang sangat manis dan molek. Gadis jelmaan ikan tomang itu kemudian jatuh cinta pada perjaka jelmaan hewan angkes. Dan keduanya kemudian dikimpoikan. Mereka menjadi suami istri yang bahagia.

Tak usang kemudian mereka melahirkan seorang anak laki - laki. Akan tetapi malang, anak itu mati tak usang sesudah lahir. Betapa murung kedua insan jelmaan hewan itu. 

Kesedihan lain pun muncul. Beberapa hari kemudian saudara laki - laki angkat mereka, yakni putra Tapih dan Antang Taung juga meninggal. Menurut etika setempat, orang yang telah meninggal harus dilakukan dua kali upacara kematian, sebelum arwahnya sanggup menuju ke Lewu Tatau sorga orang Dayak Ngaju. 

Pada upacara pertama jenazahnya dikebumikan, dan pada upacara kedua mayat yang tinggal tulang belulang itu dibakar. Pada upacara kedua yang paling penting, alasannya yaitu membebaskan roh seseorang dari tubuh kasarnya untuk selama-lamanya. Sifat upacara ini glamor sekali, dan disebut dengan nama tiwah.

Ketika mendengar bahwa saudara angkatnya hendak ditiwahkan, suaminya istri jelmaan hewan itu ingin juga biar anaknya yang telah meninggal dibakar dalam upacara besar itu. Niat itu sangat ditentang oleh Tapih dan Antang Taung, tapi mereka tak menghiraukan dan bersikukuh dengat niat itu.

Dan sesuatu yang menghebohkan terjadi, alasannya yaitu ketika jenajah anak suami istri insan jadi - jadian digali dari kuburnya. ternyata yang tinggal bukan tulang belulang insan melainkan tulang belulang hewan dan ikan.

Kejadian itu menciptakan malu besar pada kedua suami istri asal hewan itu, sehingga kesannya mereka menyingkir dari desa Sepang Simin. Selanjutnya mereka membangun sebuah desa yang jauh di tengah-tengah hutan blantara. Di desa dalam itu kemudian berkembang biak menjadi suatu keluarga besar.

Keturunanya kemudian populer dengan nama Hantuen. Konon, anggota insan jadi - jadian ini meninggalkan desanya dan memasuki desa - desa manusia, berbaur dengan penduduknya.

sumber : kumpulan kisah rakyat Kalimantan Tengah


EmoticonEmoticon