Friday, March 15, 2019

Cerita Rakyat Kalimantan : Legenda Watu Babi Dan Anjing

Cerita Rakyat Kalimantan : Legenda Batu Babi dan Anjing ialah kisah yang berasal dari Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia

Zaman dahulu kala di bantaran (tepi) danau Sembuluh hiduplah seorang pemburu dengan seekor anjing kesayangannya, yang dengan setia menemaninya pergi ke mana saja. 

Di suatu pagi hari yang cuek berembun sementara si pemburu masih enggan beranjak meninggalkan peraduannya, anjingnya malah sudah bangun menanti tuannya. Karena sudah bosan menunggu, si anjing kemudian berjalan-jalan mengitari kampung sembari menengok ke kiri dan ke kanan, mencari sesuatu yang sanggup dimakan.
Setelah berputar-putar sepembawa kakinya berlari sampailah ia ke tepi rimba. Tidak sengaja, si anjing melihat seekor babi hutan yang sepertinya juga sendirian. Karena perutnya terasa sangat lapar, sementara babi hutan itu yang masih muda dan gemuk berada di depan mata, muncullah impian untuk memangsanya. Tanpa ada aba- aba si anjing mengendap-endap mendekati dengan tujuan eksklusif menerkam. 

Namun belum lagi si anjing cukup dekat, babi hutan itu keburu mengetahui keberadaannya. Babi hutan itu berlari menghindar masuk ke dalam hutan dan anjing si pemburu pun mengejarnya. Mereka berkejar-kejaran semakin jauh, hingga akhirnya hingga ke pinggir sebuah danau. Karena merasa dirinya sudah terjepit dan tidak ada ruang untuk berlari lagi maka babi hutan itu pun muncul keberaniannya. Ia berbalik dan dengan nekad menghadapi si anjing.

Selanjutnya suatu insiden yang asing dan mengenaskan menimpa kedua binatang tersebut.

Sementara itu hari semakin siang, penduduk kampung kebanyakan sudah berkemas-kemas untuk melakukan acara rutinnya. Tidak ketinggalan si pemburu kemudian menyiapkan sarapan dan perleng-kapannya berburu. Setelah ia sendiri selesai makan, si pemburu tidaklah lupa pada anjing kesayangannya. Ia kemudian mengantarkan masakan ke tempat di mana biasanya anjingnya dengan sabar menunggu.

Tapi kali ini anjingnya itu tidak terlihat, maka menyerupai biasa ia kemudian memukul-mukul tempat anjingnya itu makan. Tidak menyerupai yang sudah-sudah lantaran bunyi pukulan itu khas, cukup dua tiga kali pukulan pastilah anjingnya datang, walau pun ketika itu ia sedang bermain dan berada cukup jauh.

Si pemburu menjadi heran dan ingin tau dikarenakan telah dipanggil berkali-kali dengan bunyi pukulan itu anjingnya tidak juga datang. Maka ia pun berniat untuk mencari anjingnya itu.

Sambil bertanya ke sana ke mari dengan tetangganya sekampung itu serta siapa saja yang bertemu dengannya, kalau-kalau ada melihat anjingnya, namun semuanya menjawab tidak melihatnya. Semakin gelisahlah si pemburu, tetapi ia tetap memukul tempat makan anjingnya itu sambil terus berjalan memasuki hutan.

Suara pukulan tempat makan (piring) yang dilakukan si pemburu tanpa henti terdengar oleh seorang tukang kayu yang sedang menciptakan rumah di pinggir hutan. Sesungguhnya tukang kayu itu ialah jin penunggu hutan tersebut. Karena kasihan pada si pemburu, ia kemudian turun dari atas atap rumah yang sedang dikerjakannya kemudian merobah dirinya menjadi anjing yang sangat menyerupai dengan anjing si pemburu.

Ketika si pemburu mendekati rumah tersebut dengan maksud ingin menanyakan perihal anjingnya pada pemilik rumah, ternyata anjingnya malah ada di situ. Ia pun memanggil anjingnya yang segera tiba mendekat. Betapa bahagia hati si pemburu, ia memeluk anjingnya serta mengajaknya pulang.

Anjing jelmaan jin itu berlaku menyerupai anjing si pemburu yang hilang itu. Kemana pun si pemburu pergi ia dengan setia menemani tuannya, hingga si pemburu tidak menyadarinya. Namun yang menciptakan si pemburu sedikit kesal ialah kelakuan anjingnya itu yang kini berubah yakni suka menggonggong tanpa sebab. Ini sangat merugikan jikalau berburu, lantaran menyebabkan binatang buruan menjauh pergi.

Suatu ketika si pemburu bekerja menciptakan perahu, bahannya dari kayu ulin (nama Latin : Eusideroxylon zwageri sp.). Untuk pemukul baji digunakannya palu besar yang juga terbuat dari kayu ulin. Sementara ia bekerja, anjingnya yang setia menemani selalu menggonggong. Hal ini membuatnya kesal. Puncak dari kekesalan itu ialah dengan tanpa sadar ia bangun mendekati anjingnya kemudian memukulnya dengan palu besar tadi di kepalanya hingga tewas.

Setelah melihat anjingnya berkelojotan dengan kepala pecah dan darah anjing itu muncrat di badannya, barulah si pemburu sadar dan meratapi perbuatannya. Ia kemudian mengambil sebilah kampak untuk membelah palu besarnya.

Ketika palu terbelah dua, sejenak ia terpana matanya terbeliak. Sebuah benda yang memancar berkilauan menggulir keluar. Si pemburu mengambilnya dan mengamati, ternyata benda sebesar telur ayam itu ialah sebutir intan. Untuk beberapa ketika ada kira-kira sepenanak nasi lamanya si pemburu merenung, apa gerangan pesan yang tersirat dan arti dari insiden demi insiden yang dialaminya. Kemudian ia beranjak pulang.

Senja berganti dengan malam, dalam kegelisahan akhirnya si pemburu tertidur juga lantaran kelelahan. Di kelelapan tidurnya si pemburu masuk ke alam mimpi dan bertemu dengan seorang renta yang berkata : “Akulah jin yang telah berkembang menjadi menjadi anjingmu selama ini. Tugasku semula ialah menjaga intan yang berada dalam palu kayu ulinmu itu. Sekarang silahkanlah kamu manfaatkan intan itu asal dipakai untuk kebajikan.

Adapun anjingmu yang berani bahwasanya telah mati lantaran ingin membunuh seekor babi yang masih dalam masa pertapaannya, kesannya keduanya disambar petir dan sama-sama berubah menjadi kerikil di tepi danau Sembuluh ini”. Keesokan harinya si pemburu segera bangun untuk mengurus bangkaianjingnya itu. Singkat kata dikuburkannya anjing itu layaknya seorang insan kemudian diadakanlah pesta tiwah (penyempurnaan penguburan) nya serta dibuatkan sebuah sandung sebagai tempat tulang-belulangnya.

Namun muncul duduk perkara baru, harus ada nama yang meninggal tertera di sandung tersebut. Maka bingunglah kembali si pemburu jadinya. Lama ia berfikir, merenung dan sambil bersemedi meminta petunjuk apa nama yang cocok diberikan/dipahatkan pada sandung yang dibangunnya itu. Akhirnya teringatlah si pemburu atas insiden beberapa waktu yang silam, serta bagaimana hingga ia sanggup menjadi kaya raya menyerupai kini ini. 

Maka diberinyalah nama pada sandung tersebut Bagalah yaitu nama seorang saudagar kaya dari kawasan sungai Kahayan yang sangat terkenal, yang dalam mimpinya telah memberinya wangsit untuk berdagang serta menjadi seorang hartawan.

Hari berganti hari dan akhirnya si pemburu membina rumah tangganya. Pada suatu hari datanglah seorang saudagar kaya dari Kahayan (kebetulan Bagalah sendiri) dan singgah di desa tepi danau Sembuluh ini serta ingin bertemu dengan si pemburu yang juga populer kaya.

Mampirlah ia ke rumah si pemburu dan setibanya di sana ia terperanjat. Ia melihat sebuah sandung di depan rumah si pemburu yang namanya persis sama dengan namanya sendiri, dan yang lebih membi-ngungkannya lagi ada bunyi gonggongan anjing dari dalam sandung itu.

Saudagar itu segera berlalu melewati sandung dan bergegas naik ke rumah si pemburu yang menyambutnya dengan penuh keramah-tamahan. Keduanya saling berkenalan, berceritera mengenai penga-laman hidup masing-masing dan akhirnya berniat untuk menjalin perjuangan perdagangan yang bakal menguntungkan kedua belah pihak.

Tidak lupa Bagalah (saudagar dari Kahayan itu) bertanya wacana keberadaan sandung di depan rumah si pemburu yang sama dengan namanya serta bunyi anjing yang menggonggong dari dalamnya. Berkisahlah si pemburu alasannya ialah musababnya hingga Bagalah sanggup memakluminya.

Waktu berlalu dengan pesat sebagaimana perjuangan dagang si pemburu yang semakin berkembang. Temannya saudagar kaya dari Kahayan mengirimkan damar, rotan dan getah; sedangkan si pemburu menyalurkan ikan kering, garam, gula dan materi makanan. Namun setiap Bagalah tiba berkunjung ke si pemburu, ia merasa risih dan jengkel lantaran ketika melewati sandung di depan rumah si pemburu selalu digonggong bunyi anjing dari dalamnya. Suatu ketika rasa kejengkelannya sudah memuncak. Sambil menyumpah-nyumpah ia mencabut tiang sandung itu kemudian melempar-kannya ke udara. Akhirnya tiang sandung itu jatuh erat kerikil babi dan kerikil anjing sebelumnya, terbenam dalam air di tepi danau Sembuluh.

Konon penduduk sekitar desa Sembuluh itu jikalau menjala di sekitar tempat itu memperoleh potongan kayu ulin tiang sandung itu, mereka sangat gembira. Mereka percaya benda itu (serpihan kayu tiang sandung) sanggup dijadikan azimat untuk berusaha.

Sampai kini keturunan si pemburu masih ada, ciri-cirinya ialah mereka mempunyai ruas tulang punggung yang agak panjang, hingga menyerupai mempunyai ekor. Desa Sembuluh terletak dalam kecamatan Danau Sembuluh kabupaten Seruyan.

Sumber fanspage kisah rakyat kalimantan tengah


EmoticonEmoticon