Wednesday, March 20, 2019

Cerita Kampung Pahandut! Dan Sejarahnya Menjadi Ibukota Kalimantan Tengah

Pahandut!! Kempung kecil di pinggir Sungai Kahayan yang kini menjadi ibukota provinsi Kalimantan Tengah, yaitu Kota Palangka Raya. Kampung Pahandut dulunya ialah salah satu kampung tertua di daerah pemikiran sungai Kahayan bab hilir, menyerupai halnya kampung Maliku, Pulang Pisau, Buntoi, Penda Alai dan Gohong.

Asal-usul Kampung Pahandut


Pada jaman dahulu (±18 M) di sebuah kampung yang berada di daerah pemikiran sungai Kahayan, yang berjulukan Lewu Rawi (kelak dikenal sebagai lewu Bukit Rawi), terdapat pasangan suami-isteri Bayuh dan Kambang. Konon dikisahkan bahwa alasannya ialah keadaan tanah di Lewu Rawi tidak cocok untuk lahan bertani dan berkebun, menciptakan Bayuh dan Kambang menetapkan untuk mencari daerah lain yang lebih subur.

Mereka kemudian "masuh" (mendayung bahtera ke arah hilir) menyusuri Sungai Kahayan yang kesudahannya menemukan sebuah tempat yang subur untuk bertani dan berkebun serta hasil hutan/alam yang melimpah, sehingga singkat dongeng kehidupan mereka menjadi lebih baik. Kabar perihal tanah yang subur, serta perbaikan kehidupan kedua suami istri tersebut terdengar oleh warga masyarakat lewu Rawi yang lain sehingga banyak sanak keluarga yang berasal dari kampung tersebut bahkan bahkan warga dari kampung/desa lain mengikuti jejak Bayuh dan Kambang pindah ke daerah gres itu.

Akhirnya daerah gres tersebut kemudian berkembang menjadi tempat usaha, bertani dan berkebun kemudian menjadi tempat permukiman. Dalam bahasa Dayak Ngaju hal yang demikian dinamakan "Eka Badukuh" atau tempat bermukim, para warga menyebutnya Dukuh ain Bayuh, singkatnya permukiman itu disebut Dukuh Bayuh. Demikian Dukuh Bayuh semakin usang semakin berkembang maju, alasannya ialah ternyata daerah itu dan sekitarnya mempunyai sumber untuk memenuhi kebutuhan hidup warganya antara lain lokasi pemungutan hasil hutan menyerupai damar, getah jelutung (pantung), getah hangkang, katiau, dan rotan serta perairan sungai yang kaya dengan banyak sekali jenis ikan terutama di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Sebangau.

Kala itu dataran pematang (tanah tinggi) yang membentang dari sungai Kahayan menuju sungai Rungan disebut tangking, populer dengan nama Bukit Jekan dengan tanah berbukit di Tangkiling pada daerah tepi Barat sungai Kahayan, sedangkan di bab Timur, terdapat danau besar yang dinamakan Danau Tundai dengan jumlah dan jenis ikan yang melimpah. Pada daerah hulu dan hilir dari Dukuh Bayuh tersebut juga terdapat puluhan danau kecil yang banyak ikannya. Semuanya merupakan sumber mata pencaharian dan kehidupan warga Dukuh Bayuh sekaligus menjadi daya tarik bagi pendatang dari daerah lain untuk ikut berusaha di dukuh itu. Maka berubahlah Dukuh Bayuh yang semula hanya tempat berusaha : bertani dan berkebun berubah menjadi menjadi lewu (desa), dan Bayuh tetap sebagai Pambakal (Kepala Desa). Dukuh Bayuh yang berkembang maju tersebut telah menjadi Kampung dengan kehidupan warga makmur dan sejahtera.

Sementara itu diceritakan bahwa terdapat seorang tokoh yang disegani oleh seluruh warga masyarakat Dukuh Bayuh alasannya ialah mempunyai kelebihan yang sangat menonjol. Sang tokoh dianggap mempunyai kesaktian dan ilmu serta oleh masyarakat setempat dipercaya sebagai "orang pintar". Masyarakat Dukuh Bayuh bahkan masyarakat dari daerah lain sering minta pertolongan pada sang tokoh perihal banyak sekali hal. Sang Tokoh tersebut mempunyai anak-sulung pria yang berjulukan Handut, dan sesuai adab orang Dayak Ngaju yang menganut "Teknonimi", yaitu proteksi nama kepada ayah atau ibu menurut nama anaknya, maka tokoh Desa Bayuh yang "berilmu' itu sangat dekat disapa Bapa Handut atau Pa Handut.

Ketika usianya sudah lanjut, Bapa Handut sering sakit-sakitan, dan saat keadaan sakitnya sudah parah nampaknya sulit menghembuskan nafas terakhir. Warga Desa Bayuh merasa cemas dan prihatin atas penderitaan sang tokoh yang mereka hormati. Akhirnya kehendak Tuhan pun terjadi dan wafatlah Bapa Handut diiringi kesedihan dan isak tangis seluruh warga. Tokoh yang dihormati dan disegani telah tiada.

Guna mengenang dan menghormati sang tokoh yang sangat kuat tersebut, semua warga masyarakat oke Desa Bayuh diubah namanya menjadi Desa PAHANDUT (yang berasal dari kata Bapa Handut - panggilan dekat Sang Tokoh). Siapa nama orisinil Sang Tokoh itu, ternyata orang keturunan "asli" desa Pahandut tidak sanggup memberi jawaban.

Dalam arsip Pemerintah Hindia Belanda nama Desa Pahandut tercatat dalam laporan Zacharias Hartman, seorang pejabat Pemerintah Hindia Belanda yang melaksanakan perjalanan menyusuri Sungai Kahayan dan Sungai Kapuas pada Bulan Oktober 1823. Dalam laporan perjalanannya, Orang Belanda pertama yang eksklusif menginjakkan kaki pada DAS Kahayan dan Kapuas tersebut menyebutkan Desa Pahandut sebagai salah satu desa yang dikunjungi.

Keberadaan Kampung Pahandut juga dilaporkan oleh para misionaris (para pengabar Injil) dari Jerman. Pada tahun 1859, Kampung Pahandut tercantum dalam peta yang dibuat para misionaris tersebut, dan Kampung Pahandut merupakan salah satu pangkalan (stasi) dari kegiatan penyebaran agama Nasrani di sepanjang Sungai Kahayan. Laporan selanjutnya dari para misionaris menyebutkan bahwa pada tahun 1896, Misionar G.A. Alt bertugas di Stasi Pahandut, dan telah terbentuk jemaah Nasrani dengan berdirinya bangunan gereja di Kampung itu. Letak bangunan gereja tersebut diperkirakan berada di Jalan Kalimantan sekarang. Pada tahun 1974, bangunan gereja yang terletak di tengah jalan tersebut, dibongkar untuk keperluan pembangunan dan pengaspalan jalan.

Dari notulen Rapat Perdamaian di Tumbang Anoi (tahun 1894) disebutkan bahwa di kampung Pahandut telah berdiri sebanyak delapan buah rumah panjang (betang - rumah adab suku Dayak). Jika satu rumah betang berisi lima keluarga, maka paling sedikit Kampung Pahandut pada waktu itu telah dihuni oleh empat puluh keluarga. Itu berarti, kampung itu sudah cukup ramai.


Sejarah Singkat terbentuknya Prov. Kalimantan Tengah dan terpilihnya Kampung Pahandut menjadi Ibukota.


Pada masa kemerdekaan, sehabis terbentuknya Propinsi Administratif Kalimantan, maka semenjak tahun 1952 telah muncul tuntutan dari rakyat di tiga Kabupaten, yaitu : Kapuas, Barito dan Kotawaringin, supaya tiga kabupaten tersebut dibuat menjadi Propinsi Otonom dengan nama Propinsi Kalimantan Tengah. Tuntutan yang demikian terus menggelora dan disampaikan baik kepada Pemda Kalimantan maupun kepada Pemerintah Pusat melalui jalur demokrasi oleh partai-partai politik dan organisasi kemasyarakatan.

Setelah melalui proses dramatis yang sempat menjadikan perlawanan fisik yang menjurus kepada gerakan bersenjata atau yang lebih dikenal dengan Gerakan Mandau Talawang Pantjasila Sakti (GMTPS) serta didukung diplomasi politis berupa Kongres Rakyat Kalimantan Tengah yang terus-menerus mendesak pemerintah pusat, kesudahannya pada tanggal 10 Desember 1956, Ketua Koordinasi Keamanan Daerah Kalimantan / Gubernur Kalimantan RTA. Milono memberikan pengumuman perihal terbentuknya Propinsi Kalimantan Tengah mencakup daerah-daerah Kabupaten Barito, Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Kotawaringin.

Gubernur Pembentuk Propinsi Kalimantan Tengah R.T.A. Milono selanjutnya mengambil suatu kebijaksanaan membentuk Panitia untuk merumuskan dan mencari dimana daerah atau tempat yang pantas/wajar untuk dijadikan Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah. Panitia yang dibuat pada tanggal 23 Januari 1957 terdiri dari :

1. Mahir Mahar (Ketua)
2. Tjilik Riwut (Anggota)
3. G. Obos (Anggota)
4. E. Kamis (Anggota)
5. C. Mihing (Anggota)
6. R. Moenasier (Penasihat Ahli)
7. Ir. D.A.W. van Der Pijl (Penasihat Ahli)

Sesudah Panitia mengadakan rapat-rapat serta menghubungi tokoh-tokoh Kalimantan Tengah, serta para pejabat baik Militer maupun Sipil tingkat Kalimantan di Banjarmasin antara lain Kolonel Koesno Utomo (pada waktu itu ialah Panglima Tentara dan Teritorium VI/Tanjungpura), diperoleh kesimpulan sementara : "Sekitar desa Pahandut, di kampung Bukit Jekan dan sekitar Bukit Tangkiling ditetapkan untuk calon ibukota Propinsi Kalimantan Tengah".

Masyarakat Kampung Pahandut menyambut dengan antusias rencana tersebut dengan menciptakan Pernyataan yang menyatakan kegembiraan dan terima kasih yang tidak terhingga atas rencana Pemerintah tersebut. Pernyataan tersebut dibuat dan ditandatangani pada tanggal 30 Januari 1957 oleh tokoh / pemuka adab Kampung Pahandut, yaitu :

1. Abd. Inin
2. St. Rasad
3. H. Tundjan
4. Buntit Soekah
5. Dinan Gani
6. J. Rasan
7. Tueng Kaling

Demikianlah kurang lebih 4 bulan kemudian, dengan didahului upacara adab dari suku dayak yang bertempat di lapangan Bukit Ngalangkang, Pahandut pada tanggal 18 Mei 1957 diumumkanlah nama ibukota Propinsi Kalimantan Tengah. Gubernur RTA. Milono dalam pidatonya antara lain mengemukakan impian dia bahwa untuk memberi nama Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah harus diadaptasi dengan jiwa pembangunan dan tujuan suci. maka yang dipilih ialah KAMPUNG PAHANDUT dengan nama PALANGKA RAYA.




EmoticonEmoticon