Friday, March 15, 2019

Cerita “Bawi Kuwu” Kalimantan Tengah

Bawi Kuwu merupakan anak dari pembekal desa yang tinggal di tepi sungai Rungan, Kelurahan Mungku Baru yang kini berjulukan Ratu Kumala

Menurut sejarah, Bawi Kuwu meninggal lantaran dimakan oleh buaya dan tulangnya disemayamkan di sandung ini. Tiang sandung yang terletak di Kelurahan Mungku Baru ini merupakan salah satu indikasi adanya permukiman pada masa kemudian di tepi sungai Rungan.

Konon sekitar era ke-18, di sebuah kampung sekitar pertengahan pedoman Sungai Rungan tepatnya di Kelurahan Mungku Baru, Kecamatan Rakumpit, Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah.
sandung bawi kuwu
Diceritakan bahwa tinggallah Bawi Kuwu dan kedua orang tuannya. Ketika beranjak sampaumur perempuan anggun itu tidak boleh orang tuannya untuk keluar rumah dan lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar dengan dikawal dayang-dayang yang setia mengawal dan menjaga hingga bertahun-tahun lamanya.

Pada suatu ketika, kedua orangtua Bawi Kuwu ingin pergi keladang kemudian berpesan kepada dayang-dayang untuk menjaga anak kesanyangan mereka itu di dalam rumah. Tidak usang sesudah kedua orangtuannya itu pergi, tiba-tiba Bawi Kuwu mencicipi kepanasan dan ingin madi di Sungai Rungan yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka, tentu para dayang yang mengawal Bawi Kuwu melarangnya untuk keluar rumah, apalagi untuk pergi sendiri ke sungai. 

Lalu dayang-dayang itu mengambilkan air kesuangai Rungan untuk memandikan Bawi Kuwu di dalam rumah, tetapi impian dari para dayang itu ditolaknya dan tetap bersikeras untuk pergi sendiri kesuangai itu. Suasana hampir tidak terkendali tetapi hasilnya para dayang berhasil mencegah impian Bawi Kuwu tersebut.

Selang beberapa usang kemudian, rupanya perlakuan dari para dayang itu malah menciptakan Bawi Kuwu merasa penasaran. Setelah melihat situasi kondusif dan lepas dari pengawalan, Bawi Kuwu pergi ke Sungai Rungan dengan belakang layar tanpa ada yang tahu.

Sesampainya di tepi sungai, tepatnya diatas Lanting (rakit dari kayu dalam bahasa suku dayak) insiden naas menimpa gadis anggun itu. Tiba-tiba buaya besar muncul ke permukaan air dan menyambar Bawi Kuwu yang belum sempat mandi di sungai itu, kemudian membawannya ke sarangnya di dalam sungai. Sementara itu situasi di dalam rumah geger sesudah para dayang menyadari bahwa Bawi Kuwu tidak ada didalam kamar.

Kemarahan besar muncul dari kedua orangtua Bawi Kuwu kepada dayang-dayang, lantaran sudah lalai sehingga mereka tidak mengetahui kemana perginya anak kesayangan mereka itu. Lalu hari itu juga mereka memanggil para tokoh budbahasa dan orang-orang yang mempunyai kesaktian dari suku dayak.

Tiga hari tiga malam lamanya, mereka mengadakan ritual dalam suku dayak untuk mencari Bawi kuwu, dan pada suatu malam, saudara pria dari Bawi Kuwu bermimpi bertemu dengan Patahu (orang mistik suku dayak) dan menawarkan petunjuk bahwa Bawi Kuwu masih hidup dan kini berada didalam perut buaya yang telah membawannya itu. Orang mistik itu juga berpesa apabila buaya itu muncul, jangan sekali-kali membunuhnya. Lalu saudarnya itu terbangun dari tidur dan menceritakan wacana mimpinya itu.

Ketika itu juga mereka mencari Pangareran (Pawang buaya dalam bahasa suku dayak), dan sempurna pada hari ketiga dalam ritual itu, buaya yang membawa Bawi Kuwu muncul dari Sungai Rungan kemudian bergerak menuju daratan. Setelah melihat buaya besar itu datang, tiba-tiba rasa sedih bercampur amarah muncul dari saudara pria Bawi Kuwu. Mungkin lantaran begitu mengasihi adiknya membuatnya kalap dan lupa akan pesan orang mistik yang menjumpainya didalam mimpi, kemudian ia menombak buaya itu sehingga hasilnya mati.

Setelah melihat insiden itu, mereka pribadi membelah perut buaya dengan peralatan seadanya dan mendapati Bawi Kuwu yang juga sudah tidak bernyawa lagi, mati gotong royong dengan buaya itu. Akhirnya suasana sedih menyelimuti seluruh kerabat dan semua yang menyaksikan insiden itu.

Kini Sandung tersebut ditempatkan diatas tiang dengan ukuran panjang 3 meret dan berdiameter 0,58 meret. Tiang yang terlihat dikala ini bukanlah tiang yang asli, melainkan tiang gres yang dibangun untuk menutupi tiang orisinil berbahan kayu ulin. Pada tiang terdapat gesekan relief berbentuk buaya dan pada bab atas tiang ditempatkan sebuah sandung berbentuk miniatur rumah kecil untuk persemayaman orang yang telah meninggal. Tiang sandung atau disebutnya juga dengan tiang pantar dimaksudkan sebagai lambang pohon kehidupan atau batang garing sebagai tangga jalan arwah menuju ke Negeri Lewu Liau.


EmoticonEmoticon