Friday, March 22, 2019

Asal Seruan Bukit Kerikil Pertapaan Tjilik Riwut

Bukit kerikil Tjilik Riwut merupakan salah satu tempat objek wisata yang populer di Prov. Kalimantan Tengah. Bukit Batu tersebut merupakan tempat Balampah atau Bartapa salah satu hero nasional Tjilik Riwut.
Tempat yang sakral tersebut mempunyai Legenda atau Asal seruan nya sendiri, maka penulis melaksanakan pencarian di internet dan menemukan artkel perihal asal seruan atau kisah bukit batu. 
Berikut ceritanya :
 

Kisah dimulai ketika seorang penduduk desa Tumbang Liting yang berjulukan Burut Ules. Ia seorang yang bakaji. Pada suatu hari, seorang diri ia pergi menuju ke suatu tempat untuk membuka lahan perladangan. Tanpa kawan, ia kerja keras, membabat hutan, membangun pondok untuk tempat beristirahat, tanpa melupakan tradisi leluhurnya yaitu memohon izin terlebih dahulu kepada segala mahluk yang tidak terlihat oleh mata jasmani, penunggu tempat tersebut.

Suatu siang ketika Burut Ules merasa lelah, beristirahatlah ia sejenak di bawah sebuah pohon rindang yang tinggi dan telah berusia ratusan tahun. Dengan posisi tiduran sambil berbantalkan tangan, matanya menerawang jauh ke depan. Matahari bersinar terik, namun alasannya berada di rimba raya, sepoi-sepoi angin menyentuh lembut kulitnya, sejuk terasa, dan kantuk mulai tiba menyerang. Akan tetapi ketika Burut Ules nyaris terlelap, ia terperanjat dan pribadi melompat bangkit.

Dilihatnya tujuh wanita bagus yang sangat menawan turun dari langit pribadi menuju telaga yang ada didekatnya. Saat itu hujan rintik-rintik namun matahari masih bersinar dengan teriknya. Menyaksikan hal tersebut dengan mengendap-ngendap Burut Ules mendekati telaga. Sambil bersembunyi ia mengintip rombongan kecil tersebut. Gadis-gadis itu pribadi membuka pakaian, besaluka tanpa epilog dada, dan terjun berenang, ceria, penuh tawa canda nan meriah.

Burut Ules terpana, mata tak berkedip menyaksikan pemandangan itu. Salah seorang yang nampak paling muda dalam kelompok itu, gerak geriknya menciptakan Burut Ules sangat terpesona. Tanpa sepengetahuan si gadis, matanya menatap tajam ke arah sang dara. Saat itu juga Burut Ules pribadi jatuh cinta.

Setelah puas mandi dan berenang, kelompok kecil itu naik ke darat, kembali berpakaian dan melompat ke angkasa menuju langit. Sejak ketika itu Burut Ules menjadi susah, resah, gelisah. Ia sangat meratapi dirinya mengapa pada ketika itu tidak pribadi memeluk si wanita bungsu yang sedang mengenakan pakaiannya seusai mandi, padahal jarak antara mereka tidak jauh. Rasa sesal tersebut sangat menderanya sampai tidur tak nyenyak makan pun ia tak kenyang.

Suatu hari ketika matahari sedang bersinar terik dan turun hujan rintik-rintik, bergegas Burut Ules ke semak-semak menunggu dan mengamati telaga tempat idaman hatinya mandi. Usaha dan penantiannya tidak sia-sia, tidak usang kemudian di angkasa terlihat buah hatinya dengan saudara-saudaranya menukik menuju telaga. Menyaksikan hal tersebut, jantung Burut Ules nyaris copot. Pelan-pelan Burut Ules menarik nafas panjang untuk menenangkan diri.

Kemudian Burut Ules melihat adegan ulangan yang pernah ia saksikan. Ketujuh dara yang gres tiba pribadi membuka pakaian, dengan ceria terjun ke telaga, mandi sambil berenang, penuh tawa ria. Namun ketika mereka menginjak tanah kembali untuk berpakaian, ketika itu pula Burut Ules mendadak muncul diantara mereka dan serta merta memeluk buah hatinya. Kepanikan pun terjadi, kelompok kecil tersebut tergesa-gesa menggunakan pakaiannya masing-masing pribadi lompat menuju langit dengan meninggalkan si adik bungsu yang ketakutan dalam pelukan erat Burut Ules.

Ketika semua kakaknya telah pergi meninggalkannya, si bungsu berkata kepada Burut Ules: “Mengapa saya kamu sekap? Apa salahku? Dan apa maumu? Bila kamu ingin membunuhku, silahkan bunuh aku, saya tak akan melawan”.

Burut Ules tak bisa menjawab pertanyaan beruntun itu, ia hanya menjawab singkat, bahwa ia mengasihi dan ingin menikahinya. Si bungsu pribadi membalas pelukan Burut Ules dan resmilah mereka menjadi suami isteri.

Selanjutnya Burut Ules sibuk menyembunyikan pakaian yang pernah digunakan oleh isterinya ketika pertama mereka bertemu. Ia khawatir isterinya akan meninggalkannya apabila pakaian tersebut digunakan lagi oleh isterinya. Untuk selanjutnya pakaian gres yang terbuat dari kulit kayu, yang ia berikan kepada isterinya. Singkat cerita, isteri Burut Ules hamil dan lahirlah seorang anak pria yang diberi nama.... Burut Ules hidup senang bersama anak dan isterinya.

Suatu hari muncul seorang pemuda, mamut menteng, hitam, tinggi besar mengunjungi keluarga itu. Isteri Burut Ules mengenalkan kepada suaminya bahwa cowok tersebut yaitu salah seorang saudaranya yang tiba untuk mengunjungi mereka. Burut Ules mendapatkan kehadiran cowok tersebut dengan baik, bahkan cowok itu diizinkan turut menginap di rumahnya.

Namun, usang kelamaan Burut Ules merasa curiga alasannya setiap mandi di telaga, mereka selalu pergi berdua, berenang ceria, dan hanya berdua. Anak mereka yang masih bayi ditinggal begitu saja di gubuk. Rasa cemburu mulai muncul, namun apabila Burut Ules menanyakan hal tersebut, isterinya selalu memperlihatkan jawaban yang sama, bahwa cowok tersebut benar saudaranya.
Teguran untuk mandi renang berdua di telaga telah diberikan, namun program renang bersama tetap juga berlanjut. Timbul kemarahan Burut Ules.

Suatu hari, pada ketika yang tepat, Burut Ules menikam cowok hitam tinggi besar tersebut dengan tombak sampai tewas dan seketika jasadnya gaib. Sekalipun tombak yang digunakan untuk membunuh telah disembunyikan, namun hal itu diketahui juga oleh isterinya.

Ketika Burut Ules pulang ke rumah, dijumpainya isterinya berdiri di hejan sambil menggendong anak lelaki mereka satu-satunya. Ketika melihat Burut Ules datang, dengan nada penuh sedih isterinya menyampaikan bahwa ia sangat sedih dan kecewa alasannya suaminya tidak lagi mempercayainya bahkan tega membunuh saudaranya. Oleh alasannya itu ia bertekad untuk pulang ketempat asalnya dengan membawa serta putra mereka.

Sebelum pergi, masih sempat isterinya berpesan bahwa kelak dikemudian hari apabila anak turunan Burut Ules membutuhkan bantuannya, maka anak semata wayang mereka akan selalu siap membantu. Dikatakan pula bahwa kelak apabila anak mereka telah dewasa, ia tidak sanggup hidup dan berdiam di alam dimana ibunya berada alasannya ayah dan ibunya berasal dari alam yang berbeda. Oleh alasannya itu apabila anak mereka telah dewasa, ia akan kembali ke alam ayahnya. Setelah berkata demikian anak dan ibu lenyap dari pandangan mata Burut Ules dan Burut Ules menjadi sedih tak terhingga.

Sesal kemudian tak berguna. Burut Ules mencoba bangun dari kesedihannya. Hari-harinya ia habiskan untuk kerja keras, letih tidur dan kerja lagi, kerja, kerja, dan terus bekerja. Begitu seluruh waktunya ia lalui untuk bekerja mengurus ladang, menangkap ikan, dan banyak acara lain yang ia lakukan.

Waktu berlalu, bertahap Burut Ules bisa bangun kembali dari kesedihan jawaban ditinggal pergi oleh isteri dan anaknya. Kemudian kawinlah ia dengan anak Kutat. Dari perkawinan ini lahirlah dua orang anak, seorang pria dan seorang perempuan. Diyakini bahwa sampai kini Burut Ules tidak pernah meninggal dunia tetapi mistik ke alam lain.

Suatu hari di Teluk Derep, Tumbang Kasongan, terdengar bunyi gemuruh halilintar memekakkan telinga. Petir kilat sambar menyambar. Saat itu sebuah kerikil besar diturunkan dari langit. Diyakini bahwa anak Burut Ules yang telah mistik bersama isteri pertamanya, ketika itu telah dewasa. Sesuai janji, apabila telah cukup umur ia akan kembali ke alam tempat bapaknya bertempat tinggal, maka komitmen itu telah ditepati.

Batu yang diturunkan dari langit yang kemudian populer dengan nama Bukit Batu

Dan kini tempat tersebut diyakini sebagai tempat kediamannya, walau tak terlihat dengan mata jasmani, namun ia ada di sana sebagai Raja dan penguasa tempat tersebut.

Demikian kisah perihal Bukit Batu, Tabe

Sumber : http://www.nila-riwut.com/id/tjilik-riwut/bukit-batu-pertapaan-pahlawan-nasional-tjilik-riwut


EmoticonEmoticon