Friday, March 22, 2019

Batu Balampah Pertapaan Tjilik Riwut

Tabe. Tulisan ini yakni riwayat seorang Tokoh Dayak yang dikenal dengan nama Tjilik Riwut, Tjilik Riwut merupakan pendiri provinsi kalimantan tengah.
Di goresan pena ini akan menggambarkan sedikit wacana Batu Balampah Pertapaan Tjilik Riwut yang juga merupakan salah satu tempat wisata yang ada di kab. Katingan, Kalimantan Tengah.

Riwut Dahiang yang bertempat tinggal di tempat Sungai Sala, sangat mendambakan anak laki-laki. Keinginan tersebut demikian berpengaruh dan mendalam. Walau berkali-kali Piai Riwut isterinya telah melahirkan anak, namun apabila anak pria yang lahir, selalu saja meninggal dunia dalam usia balita. Keinginan yang sedemikian berpengaruh membawa Riwut Dahiang bermohon dengan khusuk kepada Hatalla. Maka pergilah ia menuju ke suatu tempat keramat yaitu Bukit Batu.

Di tempat itu Riwut Dahiang balampah dan bermohon untuk diberikan seorang putera laki-laki. Wangsit yang diperoleh menyatakan bahwa kelak di kemudian hari putra lelaki yang sangat didambakan itu akan mengemban kiprah khusus bagi masyarakat sukunya.

Tanggal 2 Pebruari 1918, anak pria yang sangat dibutuhkan lahir dengan selamat di sebuah kebun durian Kampung Katunen Kasongan Kalimantan Tengah.

Sejak kecil oleh ayahnya, Tjilik Riwut sering diajak ke Bukit Batu sehingga bagi Tjilik Riwut kecil tempat itu sudah tidak abnormal lagi baginya. Setelah melampaui usia balita, ketika sedang bermain-main dengan sahabat seusia, terkadang Tjilik Riwut begitu saja pergi meninggalkan teman-temannya menuju Bukit Batu. Entah apa yang ia lakukan disana, tak seorang pun tahu.

Ketika menginjak usia remaja, Tjilik Riwut mulai mengikuti tradisi orang tuanya, pergilah Tjilik Riwut seorang diri menuju Bukit Batu. Di Bukit Batu ia balampah. Wangsit pertama yang ia peroleh mengarahkannya untuk menyeberang maritim menuju pulau Jawa. Ketika itu komunikasi dan transportasi dari pedalaman Kalimantan ke Jawa amatlah sulitnya. Dapat dikatakan hanya impian. Jangankan ke pulau Jawa, menuju Banjarmasin yang juga berada di pulau yang sama yaitu Kalimantan membutuhkan perjuangan.

Tjilik Riwut tak kenal putus asa, halangan dan kesulitan yang menghadang ia anggap sebagai tantangan. Segala macam cara telah ia lakukan baik berjalan kaki menerobos rimba, naik bahtera dan rakit, asalkan sanggup mencapai pulau Jawa. Akhirnya hingga juga ia ke Banjarmasin. Singkat cerita, ketika hingga di Banjarmasin, Tjilik Riwut berusaha mendapat pekerjaan yang ada peluang untuk menghantarkannya ke Pulau Jawa.

Pada tahun 1942 di Banjarmasin, tengah malam ketika semua orang sedang tidur, Tjilik Riwut berdiri dari tidurnya dan pribadi membangunkan kawan-kawannya yang sedang terlelap tidur. Dengan begitu yakin Tjilik Riwut menyampaikan kepada kawan-kawannya bahwa ayahndanya Riwut Dahiang malam ini telah dipanggil Yang Kuasa.

Tentu saja semua kawan-kawannya terheran-heran, tak satupun yang percaya bahkan menduga bahwa Tjilik Riwut sedang mimpi. Namun dengan mantap dan penuh keyakinan sekali lagi ia menyampaikan bahwa semua ini benar alasannya yakni penguasa Bukit Batu gres saja tiba menemuinya memberikan pesan tersebut dan menyampaikan bahwa semenjak ketika itu Tjilik Riwut yakni sahabat terdekatnya.

Tjilik Riwut meminta teman-temannya untuk mencatat insiden tersebut lengkap dengan tanggal dan jam terjadinya peristiwa. Djainudin, Essel Djelau dan seorang sahabat lagi pribadi mencatat walau tidak begitu yakin bahwa apa yang dialami Tjilik Riwut tersebut benar terjadi. Untuk mengecek kebenaran firasat tersebut hanya mungkin apabila ada seorang warga yang berasal dari Kasongan tiba ke Banjarmasin. Saat itu komunikasi tidak semudah ketika ini. Belum ada telepon, belum ada layanan pos, pengiriman gosip mungkin terjadi apabila ada kenalan yang tiba dari kampung halaman.

Suatu hari ketika seorang mitra tiba dari Kasongan ke Banjarmasin, Tjilik Riwut bergegas menanyakan keadaan orang tuanya. Memang benar pada ketika firasat dirasakan, pada ketika itulah ayah tercintanya pergi menghadap ke hadirat Illahi.
Di masa Revolusi ketika Tjilik Riwut telah berhasil mencapai pulau Jawa bahkan telah terlibat aktif dalam usaha menantang Belanda, dalam suatu kesempatan ia mudik dan balampah di Bukit Batu. Ia mohon petunjuk dalam perjuangannya melawan penjajah. Dalam kesempatan itupun Tjilik Riwut bernazar untuk tidak menikah sebelum Indonesia merdeka. Sesuatu ia peroleh begitu usai balampah yaitu sebuah kerikil berbentuk daun telinga. Wangsit yang ia peroleh menyampaikan bahwa kerikil tersebut sanggup dipakai untuk mendengarkan dan memonitor musuh apabila diletakkan pada daun telinganya. Namun sehabis kemerdekaan diperoleh oleh bangsa Indonesia, kerikil pendengaran itu pun gaib.

Sumber : http://www.nila-riwut.com/id/tjilik-riwut/bukit-batu-pertapaan-pahlawan-nasional-tjilik-riwut


EmoticonEmoticon